1.
Pendahuluan
Ilmu Alamiah Dasar (IAD) merupakan
salah satu komponen dari sejumlah Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) dan menjadi
mata kuliah wajib di fakultas non-eksakta.
1.1. Pengertian
dari Ilmu Alamiah Dasar
IAD mempermasalahkan struktur dan berlangsungnya dunia alam, dimana
manusia pun dianggap sebagai bagian dari alam itu sendiri. Dan lingkungan hidup
meliputi sejumlah kondisi ekstern di sekitar organisme yang ikut serta secara
dekat mempengaruhi kehidupanan dan perkembangan organisme yang bersangkutan.
IAD bukanlah suatu ilmu tersendiri, melainkan kumpulan pengetahuan
tentang konsep-konsep dasar dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
1.2. Perkembangan
Alam Pikiran Manusia
1. Sifat
Unik Manusia
Bumi tempat manusia hidup berisi dua macam mahluk, benda yang sifatnya
anorganis dan mahluk yang sifatnya organis. Yang pertama sering disebut sebagai
benda mati dan yang kedua disebut mahluk hidup. Benda mati tunduk pada hukum
alam (deterministis), sedangkan
mahluk hidup tunduk pada hukum kehidupan (Biologis).
Masing-masing memiliki tingkat-tingkat dalam perwujudannya.
Benda bersifat mati, tetap dan tunduk pada hukum alam, sehingga tidak
memiliki perilahu (attitude). Benda tidak
bergerak atas kemauan atau kekuatan sendiri, melainkan oleh kekuatan luar.
Mahluk organis memiliki kehidupan sehingga mempunyai perilaku. Tumbuhan sebagai
mahluk terendah memiliki perikehidupan yang sederhana. Binatang yang lebih
tinggi tingkatnya memiliki perilaku yang lebih baik. Manusia sebagai mahluk
tertinggi memiliki perilaku yang lebih sempurna. Namun secara umum
mahluk-mahluk tersebut memiliki beberapa prinsip yang sama, antara lain, daya
gerak, naluri untuk mempertahankan diri, serta untuk mengembangkan
keturunannya.
Dibandingkan dengan mahluk lain, jasmani manusia adalah lemah, tetapi
rohani atau akal budi dan kemauannya sangat kuat.
Umumnya dikatakan bahwa manusia berbeda dengan binatang karena akal budi
yang dimilikinya. Akal bersumber pada otak dan budi bersumber pada jiwa.
Perbedaan manusia disbanding binatang,
nampak lebih jelas bila dirinci lebih jauh:
a. Manusia
dapat berfikir, sehingga merupakan mahluk yang cerdas atau bijaksana (homosapiens)
b. Manusia
dapat membuat alat-alat dan mempergunakannya, sehingga disebut manusia kerja (homo faber)
c. Manusia
dapat berbicara (homo longuens)
sehingga apa yang menjadi pemikiran dalam otaknya dapat disampaikan melaui
bahasa kepada manusia lain
d. Manusia
dapat hidup bermasyarakat (homo socius)
e. Manusia
dapat mengadakan usaha atas dasar perhitungan ekonomi (homo aeconomicus)
f. Manusia
menyadari adanya kekuataan gaib yang memilik kemampuan yang lebih hebat dari
manusia, sehingga menjadi manusia berkepercayaan atau beragama (homo religious).
2. Rasa
Ingin Tahu
Dengan akal budi yang dimilikinya,
pada manusia timbul rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Rasa ingin tahu itu
tidak pernah dapat dipuaskan. Dalam benaknya manusia selalu bertanya karena
keingintahuannya. Rasa ingin tahu ini bendorong manusia untuk memahami dan
menjelaskan gejala-gejala alam, baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil
(mikrokosmos), serta berusaha memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga
akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.
Rasa ingin tahu yang terus
berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan
pengetahuan pada manusia. Pengetahuan yang diperoleh ini akhirnya tidak
terbatas pada obyek-obyek yang dapat diamatin dengan pancaindra saja atau
meliputi pengetahuan tentang kebutuhan praktis sehari-hari, tetapi juga masalah
lain yang berhubungan dengan baik atau buruk, indah atau tidak indah, dan
sebagainya.
Dengan meningkatnya kemampuan
mengingat dan berpikir, manusia dapat mendayagunakan pengetahuan terdahulu dan
kemudian menggabungkan dengan pengetahuan yang baru sehingga menghasilkan
pengetahuan yang lebih baru lagi. Proses demikian terus berlangsung sehingga
terjadi akumulai pengetahuan seperti yang kita rasakan dewasa ini.
Perkembangan pengetahuan lebih
dipermudah atau dipelancar lagi dengan adanya tukar-menukar informasi mengenai
pengetahuan dan pengalaman manusia yang satu dengan yang lain sehingga
akumulasi pengetahuan berlangsung lebih cepat.
1.3. Mitos,
Penalaran dan Cara Memperoleh Pengetahuan
Pada awal prasejarah kemampuan
manusia masih terbatas, baik keterbatasan pada peralatan maupun keterbatasan
pemikiran. Keterbatasan peralatan menyebabkan pengamatan menjadi kurang seksama,
dan cara berfikir yang sederhana menyebabkan hasil pemecahan masalah memberikan
kesimpulan yang kurang tepat. Dengan demikian pengetahuan yang terkumpul belum
dapat memberikan kepuasan terhadap rasa ingin tahu manusia, dan masih jauh dari
kebenaran.
Untuk menjawab keingintahuan
tentang alam, manusia menciptakan mitos.
Mitos merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umumnya
menyangkut tokoh kuno, seperti dewa atau manusia perkasa, yang ada kaitannya
dengan apa yang terdapat di alam.
Secara garis besar dapat dibedakan
3 macam mitos, yaitu mitos sebenarnya,
cerita rakyat, dan legenda. Dalam mitos sebenarnya manusia
berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan imajinasinya menerangkan gejala alam
yang ada, namun belum tepat karena kurangnya pengetahuan, sehingga orang mengaitkannya
dengan seorang tokoh atau dewa.
Mitos yang merupakan cerita rakyat
adalah usaha manusia mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan
masyarakat, biasanya juga disampaikan dari mulut ke mulut sehingga sulit
diperiksa kebenarannya.
Dalam mitos sebagai legenda,
dikemukakan tentang seorang tokoh yang dikaitkan dengan terjadinya suatu
daerah.
Pada masa prasejarah tersebut,
mitos dapat diterima dan dipercaya kebenarannya karena:
1. Keterbatasan
pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan pengindraan, baik langsung
maupun dengan alat.
2. Keterbatasan
penalaran manusia pada masa itu.
3. Rasa
ingin tahunya terpenuhi.
Kegiatan untuk memperoleh atau
menemukan pengetahuan yang benar disebut berpikir,
sedangkan proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang benar disebut penalaran. Pengetahuan yang diperoleh
tidak berdasarkan penalaran digolongan pada pengetahuan yang non ilmiah atau
bukan ilmu pengetahuan.
Terdapat beberapa cara untuk
memperoleh kesimpulan yang berdasarkan penalaran, yaitu:
1. Prasangka,
pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan
2. Intuisi,
kegiatan berpikir yang tidak analistis, tidak berdasarkan pola berpikir
tertentu. Pandangan batiniah yang serta merta tembus mengenai suatu peristiwa
atau kebenaran, tanpa penuturan pikiran
3. Trial
and error, suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau
untung-untungan.
2.
Metode
Ilmiah
2.1. Ilmiah
dan Tidak Ilmiah
Tidak semua pengetahuan disebut
ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan dapat disebut ilmu atau ilmiah, adalah:
a.
Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan
obyeknya, atau didukung metodik fakta empiris
b.
Metodik, artinya pengetahuan ilmiah itu
diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol
c.
Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu
tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain
saling berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh
d.
Berlaku umum atau universal, artinya pengetahuan
itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau beberapa orang
saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh
hasil yang sama atau konsisten.
2.2. Langkah
- Langkah Operasional
Metode ilmiah merupakan bagian yang
paling penting dalam mempelajari ilmu alamiah. Pengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu,
yakni sifat rasional dan teruji, sehingga pengetahuan yang disusun dapat
diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah menggabungkan cara berpikir induktif
dan cara berpikir deduktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Cara berpikir deduktif adalah cara
berpikir dimana ditarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang
bersifat umum. Cara berpikir deduktif terkait dengan pengetahuan rasionalisme. Pengetahuan
ini memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah dan sifat konsisten
dengan pengetahuan yang telah dikumulkan sebelumnya. Rasionalisme adalah paham
yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran.
Cara berfikir induktif adalah cara
berpikir yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari pernyataan
khusus. Cara berpikir induktif terkait dengan empirisme, dimana dibutuhkan
fakta-fakta yang mendukung. Empirisme adalah paham yang berpendapat bahwa fakta
yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran.
Langkah – Langkah Metode Ilmiah:
1. Perumusan
masalah
Yang dimaksudkan dengan masalah merupakan
pertanyaan apa, mengapa, atau bagaimana
tentang suatu obyek yang diteliti. Masalah ini harus jelas batas-batasnya serta
dikenal faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Penyusunan
hipotesis
Merupakan jawaban sementara atau dugaan
jawaban pertanyaan yang diajukan, materinya merupakan kesimpulan dari kerangka
berpikir yang dikembangkan.
3. Pengujian
hipotesis
Merupakan pengumpulan fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesis yang telah diajukan untuk dapat memperlihatkan apakan
fakta-fakta tersebut mendukung hipotesis atau tidak.
4. Penarikan
kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan atas
penilaian atau melalui analisis dari fakta untuk melihat apakah hipotesis yang
diajukan diterima atau tidak. Hipotesis di terima bila fakta yang terkumpul itu
mendukung hipotesis tersebut.
2.3. Keunggulan
dan Keterbatasan
A. Keunggulan
Ciri ilmiah yaitu obyektif,
metodik, sistimatik dan berlaku umum olehkarena itu orang akan terbimbing
sedemikian hingga padanyaterkembangkan suatu sikap ilmiah.Sikap ilmiah yaitu :
1.
Mencintai kebenaran yang obyektif, dan bersikap
adil
2.
Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolute
3.
Tidak percaya pada takhyul, astrologi maupun
untung-untungan
4.
Ingin tahu lebih banyak
5.
Tidak berpikir secara prasangka
6.
Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan
tanpa adanyabukti-bukti yang nyata.
7.
Optimis, teliti dan berani menyatakan kesimpulan
yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.
B. Keterbatasan
Dengan metode ilmiah dapat
dihasilkan ilmu atau pengetahuan yang ilmiah. Dalam pengujian
hipotesis, diperlukan data. Data ini berasal dari pengamatan yang
dilakukan oleh panca indera. Kita mengetahui bahwa panca indera
mempunyai keterbatasan untuk menangkap sesuatu fakta. Dengan demikian maka data
yang terkumpul juga tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Kesimpulan yang diambil berdasarkan data tidak benar, tentu saja juga tidak
akan benar. Jadi,peluang terjadinya kekeliruan suatu kesimpulan yang
diambil berdasarskan metode ilmiah tetap ada. Oleh karena itu semua kesimpulan
ilmiah, atau kebenaran ilmu bersifat tentatif, artinya kesimpulan
itu dianggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat menolak
kesimpulan itu. Sedangkan kesimpulan ilmiah yang dapat menolak kesimpulan
ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang
baru.Keterbatasan lain yaitu tidak dapat menjangkau untuk membuat
kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistim nilai,tentang
seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji
adanya Tuhan.
Sumber:
Harmoni, Ati. 1992. Pengantar Ilmu Alamiah Dasar. Depok: Universitas Gunadarma
Sumber:
Harmoni, Ati. 1992. Pengantar Ilmu Alamiah Dasar. Depok: Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar